Pemerintah Indonesia membatalkan rencana pemberian diskon tarif listrik 50 persen untuk pelanggan rumah tangga kecil. Keputusan ini memicu kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR RI. Kebijakan yang sebelumnya telah diumumkan dan menimbulkan harapan di kalangan masyarakat ini, kini menuai kontroversi.
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, mengecam keras pembatalan tersebut. Ia menilai keputusan ini sebagai bentuk kekecewaan publik dan bertentangan dengan visi Presiden Prabowo Subianto.
Kritik DPR terhadap Pembatalan Diskon Listrik
Mufti Anam menyatakan kekecewaan rakyat atas pembatalan diskon tarif listrik yang telah diwacanakan sebelumnya. Pemerintah, melalui Menko Perekonomian, sempat menjanjikan diskon 50 persen untuk pelanggan rumah tangga dengan daya di bawah 1.300 VA.
Namun, Menteri Keuangan kemudian membatalkan rencana tersebut. Mufti Anam menegaskan bahwa ini bukan hanya masalah teknis anggaran, melainkan juga mencerminkan kualitas komunikasi dan konsistensi pemerintah yang buruk.
Ia juga menyoroti hal ini sebagai pertentangan dengan semangat Asta Cita Presiden Prabowo. Presiden Prabowo, menurut Mufti, memiliki tekad kuat untuk membantu rakyat.
Alasan Pembatalan dan Pengalihan Anggaran
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, menjelaskan alasan pembatalan diskon listrik. Proses penganggaran yang lebih lambat dari yang diperkirakan menjadi faktor utama.
Target penyaluran diskon pada Juni-Juli 2025 dinilai tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, anggaran yang telah dialokasikan dialihkan untuk program Bantuan Subsidi Upah (BSU).
Anggaran yang semula diperuntukkan bagi diskon listrik dialokasikan untuk BSU. Hal ini memungkinkan penyaluran bantuan lebih cepat karena data penerima yang sudah siap.
Program Bantuan Subsidi Upah (BSU)
Pemerintah akan menyalurkan BSU kepada 17,3 juta pekerja dengan upah di bawah Rp 3,5 juta per bulan. Besaran BSU yang akan diberikan adalah Rp 300 ribu per bulan untuk periode Juni-Juli 2025.
Selain pekerja, BSU juga akan diberikan kepada guru. Sebanyak 288 ribu guru di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta 277 ribu guru di bawah Kementerian Agama akan menerima BSU.
Total anggaran BSU mencapai Rp 10,72 triliun. Proses pengalihan anggaran dan penyaluran BSU mempertimbangkan kesiapan data dari BPJS Ketenagakerjaan.
Dampak dan Tanggapan terhadap Kebijakan
Pembatalan diskon listrik menimbulkan kekecewaan besar di masyarakat. Harapan akan keringanan beban biaya rumah tangga pupus begitu saja.
Mufti Anam menyebutnya sebagai “prank” bagi rakyat. Pengumuman awal yang menimbulkan harapan kemudian dibatalkan dengan alasan fiskal.
Kebijakan ini dinilai tidak mencerminkan keadilan sosial dan keberpihakan kepada rakyat kecil. Pembatalan diskon listrik menjadi tamparan terhadap semangat Asta Cita Presiden Prabowo.
Pemerintah awalnya berencana menerapkan diskon listrik sebagai bagian dari stimulus ekonomi kuartal II 2025. Hal ini untuk menjaga daya beli masyarakat selama libur sekolah dan transisi semester.
Diskon listrik direncanakan untuk sekitar 79,3 juta pelanggan rumah tangga. Skema yang digunakan sama dengan program serupa pada Januari-Februari 2025.
Selain diskon listrik, stimulus ekonomi lain juga direncanakan. Diantaranya diskon transportasi massal seperti kereta api, pesawat, dan angkutan laut.
Pembatalan diskon listrik ini menunjukkan perlunya pemerintah meningkatkan transparansi dan komunikasi publik yang lebih baik. Ke depannya, pemerintah diharapkan lebih cermat dalam merumuskan dan mengkomunikasikan kebijakan agar tidak menimbulkan kekecewaan masyarakat. Kepercayaan publik merupakan modal penting dalam keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan.