Jaringan dealer BYD terbesar di Tiongkok, Qiancheng Holdings, mengalami kebangkrutan dan menutup lebih dari 20 gerai di Provinsi Shandong. Kejadian ini berdampak signifikan pada lebih dari 1.000 konsumen yang kini kehilangan akses layanan purna jual dan garansi kendaraan mereka.
Para pemilik mobil listrik BYD yang terdampak telah membentuk kelompok perlindungan hak untuk mencari solusi atas permasalahan ini. Mereka berharap dapat mendapatkan kompensasi dan memastikan kendaraan mereka tetap terlayani.
Kebangkrutan Qiancheng Holdings dan Dampaknya pada Konsumen
Qiancheng Holdings, yang berdiri sejak 2014, sebelumnya merupakan mitra strategis utama BYD dengan pendapatan tahunan mencapai 3 miliar yuan (sekitar Rp 6,7 triliun). Perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 1.200 karyawan.
Namun, sejak April 2025, Qiancheng Holdings mengalami krisis keuangan yang parah dan mengakibatkan penutupan mendadak gerai-gerainya. Showroom-showroom yang dulunya ramai kini menjadi kosong tanpa layanan.
Salah satu masalah yang paling krusial adalah program asuransi tiga tahun yang ditawarkan Qiancheng. Konsumen membayar di muka sebesar 10.000 hingga 15.000 yuan (sekitar Rp 22 juta hingga Rp 33 juta) dengan janji pengembalian premi untuk tahun kedua dan ketiga.
Sayangnya, banyak konsumen belum menerima pengembalian premi yang dijanjikan. Mereka ditinggalkan tanpa pemberitahuan, dan kini harus berjuang untuk mendapatkan hak mereka.
Saling Tuding BYD dan Qiancheng Holdings
Baik BYD maupun Qiancheng Holdings saling menyalahkan atas kebangkrutan ini. BYD menyatakan bahwa kebangkrutan Qiancheng disebabkan oleh ekspansi yang agresif dan manajemen keuangan yang buruk.
Di sisi lain, Qiancheng Holdings menuding perubahan kebijakan BYD sebagai penyebab utama krisis keuangan yang mereka alami. Perubahan kebijakan tersebut dinilai membebani arus kas perusahaan.
Qiancheng juga menyebutkan faktor eksternal seperti kegagalan beberapa dealer otomotif lain di Shandong dan kebijakan pembiayaan bank yang konservatif sebagai faktor pendukung.
Tekanan di Pasar Otomotif Tiongkok
Kasus Qiancheng Holdings menyoroti tekanan yang semakin meningkat di pasar otomotif Tiongkok. Dealer tradisional menghadapi persaingan yang ketat dari berbagai pihak.
Penurunan belanja konsumen juga menjadi faktor yang memperparah situasi. Pergeseran menuju model penjualan langsung oleh produsen otomotif juga ikut memberikan tantangan bagi dealer tradisional.
Ke depan, dealer otomotif di Tiongkok perlu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar yang dinamis. Inovasi dan strategi bisnis yang tepat sangat penting untuk bertahan dan tetap kompetitif.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pelaku industri otomotif, khususnya tentang pentingnya manajemen keuangan yang sehat dan antisipasi terhadap perubahan kebijakan serta tren pasar.
Perlu adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah agar kejadian serupa tidak terulang dan melindungi hak-hak konsumen. Transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan dalam industri otomotif Tiongkok.
Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya riset yang mendalam sebelum membeli kendaraan, termasuk memahami skema asuransi atau program pembayaran yang ditawarkan oleh dealer. Konsumen perlu memastikan mereka memahami semua konsekuensi dan risiko yang mungkin terjadi sebelum membuat komitmen keuangan.