Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, melontarkan kritik tajam terhadap rencana perekrutan 24.000 tamtama oleh TNI Angkatan Darat untuk membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan. Ia menekankan pentingnya pemahaman mendalam tentang peran TNI dalam sistem pertahanan rakyat semesta dan ketahanan pangan nasional.
Menurut Hasanuddin, tugas utama prajurit TNI adalah kesiapan tempur untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Undang-undang yang berlaku, menurutnya, mengarahkan fokus TNI pada latihan intensif demi kesiapan tempur yang optimal.
Pernyataan rencana perekrutan tersebut sebelumnya disampaikan oleh Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispen TNI AD), Brigjen Wahyu Yudhayana. Alasan utama perekrutan adalah pembentukan struktur organisasi baru, yaitu Batalyon Teritorial Pembangunan.
Batalyon Teritorial Pembangunan: Pro dan Kontra
Batalyon ini direncanakan terdiri dari empat kompi: pertanian, peternakan, medis, dan zeni. Keberadaan Batalyon ini bertujuan mendukung stabilitas dan pembangunan di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Namun, rencana ini menuai pro dan kontra.
Pendukung rencana ini melihatnya sebagai upaya positif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan di daerah terpencil. Kehadiran Batalyon ini diharapkan dapat membantu pembangunan infrastruktur, meningkatkan produktivitas pertanian dan peternakan, serta memberikan layanan kesehatan dasar.
Di sisi lain, kritik muncul karena rencana ini dinilai menyimpang dari tugas pokok TNI sebagai kekuatan pertahanan negara. Kekhawatiran muncul mengenai potensi pengurangan fokus pada tugas utama TNI, yaitu menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
Sistem Pertahanan Rakyat Semesta dan Ketahanan Pangan
Hasanuddin mengingatkan bahwa Indonesia menganut sistem pertahanan rakyat semesta. Sistem ini menekankan pentingnya pemanfaatan seluruh potensi negara, termasuk sumber daya manusia dan alam, untuk kepentingan pertahanan. Doktrin perang berlarut, dimulai dari perang konvensional hingga gerilya, juga perlu dipertimbangkan.
Ia menjelaskan bahwa dalam kondisi perang, prajurit TNI bisa berperan ganda, misalnya membantu membangun depot logistik. Namun, dalam situasi damai seperti saat ini, pembangunan ketahanan pangan lebih tepat ditangani oleh kementerian yang berkompeten, seperti Kementerian Pertanian.
TNI, menurutnya, seharusnya berkonsentrasi pada tugas inti pertahanan negara. Menggunakan sumber daya TNI untuk pembangunan pertanian dan peternakan, dalam kondisi damai, dianggap kurang efektif dan efisien. Kementerian Pertanian memiliki struktur dan sumber daya yang lebih mumpuni untuk mengelola ketahanan pangan.
Alternatif Solusi yang Lebih Efektif
Sebagai alternatif, Hasanuddin menyarankan agar pemerintah fokus pada peningkatan kapasitas dan profesionalisme Kementerian Pertanian. Dengan demikian, pembangunan ketahanan pangan dapat dilakukan secara optimal tanpa mengurangi fokus TNI pada tugas utamanya.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan secara matang implikasi dari rencana ini terhadap anggaran pertahanan dan alokasi sumber daya manusia TNI. Evaluasi yang komprehensif diperlukan untuk memastikan rencana ini sejalan dengan kepentingan nasional secara keseluruhan.
Diskusi publik yang lebih luas dan melibatkan para ahli dari berbagai bidang, termasuk pertahanan, pertanian, dan pembangunan, sangat diperlukan untuk menghasilkan solusi yang lebih terukur dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Perdebatan mengenai pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara peran TNI dalam pembangunan dan tugas utamanya menjaga pertahanan negara. Pembahasan yang komprehensif dan partisipatif sangat diperlukan untuk menentukan langkah terbaik bagi masa depan Indonesia.
Lebih lanjut, perlu diteliti apakah rencana ini sudah mempertimbangkan aspek kebijakan anggaran negara, dan apakah telah dilakukan studi kelayakan yang mendalam sebelum rencana ini dijalankan.