Aktivis lingkungan terkemuka, Greta Thunberg, kembali menjadi sorotan dunia, bukan karena kampanye iklimnya, melainkan karena keterlibatannya dalam misi kemanusiaan ke Gaza. Perjalanan yang penuh risiko ini berakhir dengan penangkapannya oleh militer Israel di perairan internasional, memicu reaksi beragam dari berbagai negara.
Insiden ini telah menyorot kompleksitas konflik Israel-Palestina dan memunculkan perdebatan global mengenai hak asasi manusia dan bantuan kemanusiaan di wilayah tersebut. Kisah penangkapan Greta Thunberg dan aktivis lainnya memberikan gambaran tentang situasi politik dan kemanusiaan yang rawan di kawasan tersebut.
Penangkapan Greta Thunberg dan Aksi Kemanusiaan di Gaza
Greta Thunberg dan sebelas aktivis lainnya turut serta dalam misi kemanusiaan Freedom Flotilla Coalition (FFC) menuju Gaza.
Mereka berlayar dari Italia dengan membawa bantuan penting seperti susu formula bayi, makanan, dan obat-obatan untuk penduduk Gaza yang terdampak blokade.
Namun, perjalanan mereka dihadang oleh militer Israel di perairan internasional. Kapal mereka, The Madleen, dicegat secara paksa.
Insiden Pencegatan dan Penangkapan di Perairan Internasional
Sebelum penangkapan, kapal Madleen dilaporkan diburu oleh speedboat dan pesawat tanpa awak Israel.
Selanjutnya, ‘quadcopter’ mengepung kapal dan menyemprotkan zat yang diduga iritasi mata kepada para aktivis sebelum pasukan Israel melakukan penyitaan.
Dalam sebuah video yang dirilis FFC sebelum komunikasi terputus, Greta Thunberg menyatakan telah dicegat dan diculik oleh pasukan Israel di perairan internasional.
Setelah kapal disita, semua aktivis, termasuk Greta, ditangkap dan dibawa ke pelabuhan Ashdod di Israel Selatan.
Para aktivis kemudian dipindahkan ke Penjara Givon dekat Ramle, fasilitas yang biasanya digunakan untuk menahan imigran ilegal.
Pengacara dari organisasi HAM Adala, Nariman Shehade Zoabi, menjelaskan bahwa penahanan di penjara Givon sering diikuti oleh proses pengadilan cepat yang berujung pada deportasi.
Reaksi Internasional dan Pernyataan Pihak Berwenang
Kondisi para aktivis pasca penangkapan masih belum sepenuhnya jelas hingga beberapa waktu setelah insiden.
Pihak berwenang Israel menyatakan semua aktivis selamat dan tidak terluka.
Greta Thunberg sendiri sempat meminta bantuan kepada pemerintah Swedia, namun mendapat tanggapan dingin dari Menteri Luar Negeri, Maria Malmer Stenergard.
Menteri Stenergard menyatakan tanggung jawab besar berada pada para aktivis yang melakukan perjalanan tersebut meskipun telah diperingatkan.
Israel merespon insiden ini dengan nada sinis, menyebut kapal Madleen sebagai “selfie yacht” dan menuduh Greta Thunberg mencari sensasi.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, bahkan membela tindakan militernya.
Di sisi lain, beberapa negara seperti Prancis, Spanyol, dan Turki, menyatakan protes keras atas tindakan Israel.
Turki menyebut insiden tersebut sebagai serangan keji oleh pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan mengenai batasan hukum internasional dalam konteks konflik Israel-Palestina dan pentingnya akses bantuan kemanusiaan bagi penduduk Gaza. Respon beragam dari komunitas internasional menunjukkan betapa sensitifnya isu ini dalam kancah politik global.
Nasib Greta Thunberg dan para aktivis lainnya masih menjadi perhatian dunia, menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai proses hukum dan kebebasan mereka. Insiden ini tentunya akan terus memantik diskusi mengenai hak asasi manusia dan konflik yang berkepanjangan di wilayah tersebut.