Gunung Bromo, ikon wisata Jawa Timur yang memukau dengan keindahannya, kembali menjadi sorotan. Bukan karena erupsi atau bencana alam, melainkan karena penutupan sementara kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Penutupan ini dilakukan untuk menghormati dan memfasilitasi pelaksanaan ritual Yadnya Kasada, upacara adat tahunan yang sangat penting bagi masyarakat Suku Tengger.
Penutupan Sementara TNBTS demi Ritual Yadnya Kasada
Balai Besar TNBTS resmi mengumumkan penutupan total kawasan wisata Gunung Bromo selama empat hari, tepatnya pada tanggal 10 hingga 13 Juni 2025.
Keputusan ini diambil sebagai bentuk penghormatan terhadap ritual Yadnya Kasada dan untuk memberikan ruang bagi masyarakat Suku Tengger dalam melaksanakan upacara tersebut dengan khusyuk dan lancar.
Yadnya Kasada: Upacara Adat Penuh Makna bagi Suku Tengger
Yadnya Kasada merupakan upacara adat tahunan yang dirayakan oleh Suku Tengger di puncak Gunung Bromo. Upacara ini memiliki makna spiritual yang mendalam bagi kehidupan mereka.
Mereka mempersembahkan sesaji berupa hasil bumi dan ternak kepada Dewa Hyang Widhi Wasa sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan berkah.
Ritual ini juga diyakini sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan alam dan kehidupan masyarakat.
Prosesinya melibatkan pendakian ke kawah Bromo, yang menjadi bagian sakral dari upacara ini. Kehadiran wisatawan selama pelaksanaan Yadnya Kasada dapat mengganggu kesakralan dan konsentrasi pelaksanaan ritual.
Dampak Penutupan Terhadap Pariwisata dan Ekonomi Lokal
Penutupan sementara kawasan wisata Bromo tentu berdampak pada sektor pariwisata dan perekonomian lokal.
Para pelaku usaha di sekitar kawasan wisata, seperti pedagang, penginapan, dan penyedia jasa wisata lainnya, akan mengalami penurunan pendapatan selama periode penutupan.
Namun, penutupan ini dinilai sebagai hal yang penting dan perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian budaya dan tradisi Suku Tengger.
Pemerintah setempat, bersama Balai Besar TNBTS, diharapkan dapat memberikan dukungan dan solusi bagi para pelaku usaha terdampak, misalnya melalui program bantuan atau pelatihan usaha.
Mencari Solusi Berkelanjutan
Ke depan, perlu dikaji lebih lanjut mengenai strategi pengelolaan pariwisata yang dapat menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan pelestarian budaya serta lingkungan.
Mungkin diperlukan suatu mekanisme yang mampu membagi waktu kunjungan wisatawan dengan jadwal pelaksanaan ritual adat, sehingga dampak negatif terhadap perekonomian lokal dapat diminimalisir tanpa mengurangi kesakralan upacara Yadnya Kasada.
Komunikasi dan koordinasi yang baik antara pemerintah, pengelola wisata, dan masyarakat Suku Tengger sangat krusial dalam upaya mencari solusi yang berkelanjutan.
Penutupan sementara TNBTS untuk Yadnya Kasada menunjukkan keseimbangan antara pembangunan pariwisata dan penghormatan terhadap budaya lokal. Semoga langkah ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengelola potensi wisatanya dengan bijak dan berkelanjutan.
Ke depannya, pemahaman yang lebih baik tentang nilai budaya lokal dan strategi pengelolaan yang inklusif akan sangat penting untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar dan kelestarian lingkungan.