Tantangan signifikan menanti pengelolaan dana haji di masa mendatang, khususnya pada musim haji 2026 dan 2027. Hal ini diungkapkan oleh peneliti Center of Sharia Economic Development (CSED) INDEF, Handi Risza, yang menyoroti perlunya optimalisasi dana haji dan umrah dalam ekosistem keuangan syariah.
Salah satu tantangan terbesar adalah adanya dua musim haji dalam satu tahun kalender Masehi pada tahun 2027, akibat perbedaan kalender Hijriah dan Masehi. Kondisi ini berpotensi menyebabkan pembengkakan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) hingga Rp 42 triliun.
Potensi Penurunan Dana Kelolaan dan Tantangan Ke Depan
Handi Risza memperingatkan potensi penurunan dana kelolaan haji yang signifikan jika hal ini tidak diantisipasi. Dana kelolaan berpotensi menyusut dari Rp 170 triliun menjadi Rp 128 triliun.
Selain itu, masih ada 5,4 juta jemaah yang masih menunggu keberangkatan haji. Hal ini mengakibatkan *future liabilities* diperkirakan mencapai Rp 504 triliun.
Urgensi Pengelolaan Dana Haji dan Praktik Saat Ini
Kepala CSED INDEF, Nur Hidayah, menekankan urgensi pengelolaan dana haji yang efektif. Investasi dana haji krusial untuk menutup selisih antara Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan BPIH.
Pengelolaan keuangan haji berlandaskan UU Nomor 34 Tahun 2014 dan PP Nomor 5 Tahun 2018. Pada tahun 2023, terdapat peningkatan aset dari investasi surat berharga dan pembiayaan bagi hasil.
Namun, terdapat penurunan investasi sebesar 20,09 persen. Sebagai diversifikasi, investasi emas mulai masuk dengan keuntungan sekitar 12 persen atau Rp 48 juta.
Strategi Optimalisasi: Belajar dari Malaysia dan Rekomendasi
Indonesia dapat mencontoh Malaysia dalam pengelolaan dana haji. Malaysia telah menerapkan kerangka alokasi aset strategis yang kuat, terutama dengan komposisi pendapatan lembaga haji yang sebagian besar berasal dari efek berpendapatan tetap.
Sejak 2022, Malaysia juga telah menerapkan subsidi haji yang berbeda berdasarkan kelompok ekonomi (B40, M40, dan T20). Kelompok T20 bahkan tidak lagi menerima subsidi.
Untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dana haji Indonesia, Nur Hidayah merekomendasikan beberapa langkah. Diantaranya diversifikasi investasi, revisi aturan pengelolaan keuangan haji, dan perluasan investasi emas.
- Diversifikasi instrumen investasi, termasuk memperluas investasi emas (bullion bank) dan investasi langsung di luar negeri.
- Revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji untuk memperkuat BPKH, koordinasi antar lembaga, penggunaan multi-currency, dan opsi penambahan emas sebagai setoran biaya haji.
Semua rekomendasi tersebut didasarkan pada prinsip Maqashid Syariah, yakni perlindungan harta, jiwa, dan keberlanjutan sosial-fiskal melalui pengelolaan yang transparan dan akuntabel.
Kesimpulannya, pengelolaan dana haji Indonesia menghadapi tantangan serius di masa depan. Dengan mengadopsi strategi yang tepat, seperti diversifikasi investasi dan belajar dari praktik terbaik negara lain seperti Malaysia, Indonesia dapat memastikan keberlanjutan dan keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji bagi seluruh calon jemaah.