Harga minyak dunia kembali menanjak pada Selasa (Rabu waktu Jakarta). Peningkatan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk meningkatnya ketegangan geopolitik akibat perang di Ukraina, meskipun ada upaya perundingan damai di Turki. Situasi ini diperparah dengan kemungkinan Iran menolak kesepakatan nuklir dengan AS, yang berpotensi membatasi pasokan minyak dari negara penghasil minyak utama tersebut.
Kenaikan harga minyak mencapai hampir 3% pada hari Senin. Hal ini terjadi setelah OPEC+ mempertahankan kenaikan produksi pada Juli sebesar 411.000 barel per hari, angka yang lebih rendah dari ekspektasi sebagian pelaku pasar.
Harga Minyak Melonjak Tajam
Harga minyak Brent naik 1,55%, ditutup pada US$ 65,63 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) meningkat 1,42%, ditutup pada US$ 63,41 per barel.
Analis Harry Tchilinguirian dari Onyx Capital Group menjelaskan bahwa premi risiko kembali mempengaruhi harga minyak. Hal ini disebabkan oleh serangan besar-besaran Ukraina terhadap Rusia pada akhir pekan.
Lebih lanjut, Tchilinguirian menekankan tarik ulur antara AS dan Iran terkait pengayaan uranium sebagai faktor penting lainnya yang mempengaruhi harga minyak. Kedua negara masih bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan nuklir yang krusial.
Baik Ukraina maupun Rusia meningkatkan intensitas pertempuran akhir pekan lalu. Salah satu insiden yang menonjol adalah serangan pesawat tak berawak terbesar dalam konflik tersebut, pengeboman jembatan jalan raya Rusia, dan serangan terhadap pesawat pengebom berkemampuan nuklir di Siberia.
Iran Bersiap Tolak Usulan AS
Seorang diplomat Iran menyatakan bahwa negaranya bersiap menolak usulan AS untuk menyelesaikan perselisihan nuklir. Usulan tersebut dinilai gagal mengakomodir kepentingan Teheran dan tidak cukup melunakkan sikap Washington terhadap pengayaan uranium.
Kegagalan perundingan nuklir berpotensi memperpanjang sanksi terhadap Iran. Kondisi ini akan membatasi pasokan minyak dari Iran dan berdampak positif terhadap harga minyak dunia.
Lemahnya nilai dolar AS juga turut menyokong kenaikan harga minyak. Indeks dolar berada di level terendah enam minggu terakhir. Hal ini dipengaruhi oleh kekhawatiran investor terhadap potensi kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan memicu inflasi.
Dolar AS yang lemah membuat komoditas berdenominasi dolar, termasuk minyak, menjadi lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lain. Faktor ini turut mendorong peningkatan harga minyak.
Kurs Dolar AS dan Faktor Lain yang Mempengaruhi Harga Minyak
Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova, menyatakan bahwa harga minyak mentah terus meningkat, didukung oleh melemahnya dolar. Hal ini merupakan salah satu faktor signifikan dalam kenaikan harga minyak baru-baru ini.
Situasi kebakaran hutan di provinsi Alberta, Kanada, menambah kekhawatiran akan pasokan minyak. Kebakaran tersebut telah mengganggu produksi pasir minyak hingga sekitar 344.000 barel per hari, atau sekitar 7% dari total produksi minyak mentah Kanada.
Analisis persediaan minyak mentah AS juga menjadi faktor penentu. Jika proyeksi penurunan persediaan terbukti benar dalam laporan pasokan mingguan, maka hal tersebut dapat memberikan dukungan lebih lanjut terhadap harga minyak.
Kesimpulannya, lonjakan harga minyak kali ini merupakan hasil dari berbagai faktor yang saling terkait. Ketegangan geopolitik, ketidakpastian perundingan nuklir Iran-AS, pelemahan dolar AS, dan gangguan pasokan minyak akibat kebakaran hutan di Kanada semuanya berkontribusi terhadap peningkatan harga minyak global. Perkembangan selanjutnya dari situasi-situasi ini akan terus menentukan pergerakan harga minyak di masa mendatang.