Ketua LSM Masyarakat Peduli Lingkungan (MPL), MS (51), ditangkap Polda Banten karena terbukti memeras PT WPLI di Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang. Perusahaan tersebut dipaksa membayar hingga Rp 400 juta dan menyerahkan sejumlah aset berharga.
Modus pemerasan yang dilakukan MS terbilang sistematis dan berlangsung selama bertahun-tahun. Kasus ini bermula dari aksi demonstrasi dan pelaporan pencemaran lingkungan yang dilakukan LSM MPL pada tahun 2017.
Kronologi Pemerasan oleh Ketua LSM MPL
Pada tahun 2017, LSM MPL melakukan demonstrasi dan melaporkan PT WPLI atas dugaan pencemaran lingkungan di sekitar Desa Parakan. Laporan tersebut menjadi titik awal rangkaian pemerasan yang dilakukan MS.
Kemudian, pada Juli 2020, MPL kembali melaporkan PT WPLI ke Kementerian KLHK terkait dugaan pencemaran yang sama. Pertemuan antara kedua belah pihak terjadi pada 9 September 2020.
Dalam pertemuan tersebut, MS memaksa PT WPLI untuk membayar iuran bulanan sebesar Rp 15 juta dengan dalih pembinaan kelompok mereka. Selain itu, MS juga menerima uang kas sebesar Rp 100 juta.
Total uang yang berhasil diterima MS dari PT WPLI mencapai Rp 400 juta. Rinciannya, Rp 100 juta sebagai uang muka dan Rp 300 juta sebagai iuran bulanan selama 20 bulan.
Pembayaran iuran dilakukan secara tunai selama empat bulan pertama, dan sisanya melalui transfer bank selama 16 bulan berikutnya. Kejahatan MS tidak berhenti sampai di situ.
Permintaan Aset Berharga Selain Uang
Pada November 2023, MS kembali melakukan pemerasan dengan meminta sejumlah aset berharga kepada PT WPLI. Ancaman pelaporan ke KLHK dan pihak lain menjadi senjata MS untuk mencapai tujuannya.
Daftar aset yang diminta MS cukup panjang. Di antaranya adalah mobil Toyota Avanza, Toyota Sigra, Isuzu Elf, tiga unit motor, dua unit komputer, dua unit laptop, satu unit printer, dan satu unit iPhone 14 Pro Max.
Ancaman yang disampaikan MS cukup serius. Jika PT WPLI tidak memenuhi permintaannya, maka perusahaan tersebut akan dilaporkan ke KLHK dan pihak berwenang lainnya.
Proses Penangkapan dan Tuntutan Hukuman
Atas perbuatannya, MS dijerat dengan Pasal 368 tentang pemerasan dengan kekerasan juncto Pasal 64 KUHP tentang Perbuatan yang Berkelanjutan. Ancaman hukuman yang dihadapi MS cukup berat.
MS terancam hukuman penjara paling lama sembilan tahun. Penangkapan MS menjadi bukti keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus pemerasan yang dilakukan oleh oknum LSM.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk senantiasa bertindak sesuai hukum dan menghindari praktik pemerasan yang merugikan perusahaan dan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting dalam mencegah terjadinya tindakan serupa di masa mendatang.
Polda Banten berhasil mengungkap kasus ini berkat kesigapan dan kerja keras tim penyidik. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dan menjadi contoh bahwa hukum akan tetap tegak di Indonesia.