Indonesia akan memiliki 27 hari libur nasional dan cuti bersama pada tahun 2025. Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hari libur terbanyak di kawasan ASEAN. Keputusan ini disambut gembira oleh masyarakat, khususnya sektor pariwisata yang siap menyambut lonjakan wisatawan. Namun, kekhawatiran juga muncul dari kalangan ekonom dan pelaku usaha terkait potensi penurunan produktivitas nasional.
Achmad Nur Hidayat, ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, mempertanyakan dampak hari libur panjang terhadap produktivitas. Ia menyoroti data International Labour Organization (ILO) tahun 2023 yang menunjukkan rendahnya produktivitas pekerja Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Produktivitas Rendah: Ancaman Hari Libur Panjang?
Produktivitas pekerja Indonesia tercatat hanya USD 23,3 per jam kerja, jauh di bawah Malaysia (USD 30,1) dan Singapura (USD 68,6). Permasalahan utamanya bukan hanya jumlah jam kerja, tetapi juga efektivitas dan struktur kerja yang ada.
Achmad mencontohkan analogi pabrik dengan mesin yang sering dimatikan. Mesin tetap berfungsi, tetapi membutuhkan waktu dan energi ekstra untuk mencapai suhu optimal setelah masa idle yang panjang.
Jeda kerja yang terlalu sering menyebabkan penurunan ritme kerja, inefisiensi, dan biaya tersembunyi seperti adaptasi ulang dan koordinasi antar unit yang terganggu. Namun, ini bukan berarti solusi yang tepat adalah mengurangi jumlah hari libur.
Belajar dari Negara ASEAN Lain: Efisiensi Kunci Kemajuan
Malaysia, meskipun mungkin memiliki lebih sedikit hari libur, memiliki sistem kerja yang terorganisir dan efisien. Sistem kerja yang baik menjadi kunci utama produktivitas mereka.
Singapura, dengan jumlah tenaga kerja lokal yang terbatas, memaksimalkan potensi sumber daya manusia melalui pendidikan berkualitas tinggi, insentif inovasi, dan sistem kerja yang efisien. Mereka berhasil menekan birokrasi dan meningkatkan produktivitas.
Indonesia memiliki banyak SDM muda yang kreatif dan berdaya juang tinggi. Namun, potensi tersebut terhambat oleh sistem yang belum sepenuhnya mendukung meritokrasi. Birokrasi yang rumit dan sistem yang belum optimal menjadi kendala utama.
Libur Banyak, Produktivitas Tinggi: Keseimbangan yang Perlu Dicari
Achmad menegaskan bahwa Indonesia boleh saja memiliki banyak hari libur. Namun, hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk rendahnya produktivitas.
Dengan libur yang cukup, masyarakat dapat lebih sehat dan bahagia, sehingga siap bekerja secara efektif. Kunci utamanya bukanlah jumlah hari kerja, tetapi bagaimana hari kerja tersebut diisi.
Apakah kita bekerja dengan visi, keberpihakan, dan etos kerja yang tinggi untuk membangun Indonesia yang lebih baik? Libur adalah hak rakyat, sementara produktivitas adalah kewajiban negara. Keduanya harus seimbang dan diwujudkan dengan baik.
Untuk meningkatkan produktivitas, Indonesia perlu mencontoh negara-negara ASEAN lainnya dengan sistem kerja terorganisir, efisien, dan berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Fokus pada peningkatan efektivitas kerja, bukan sekadar mengurangi jumlah hari libur, akan menjadi langkah yang lebih efektif dalam meningkatkan produktivitas nasional.