Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto menimbulkan dampak tak terduga pada sektor perhotelan Indonesia. Kamar-kamar hotel yang sepi, karyawan yang dirumahkan, dan pendapatan yang merosot menjadi pemandangan umum di berbagai daerah. Ini bukan sekadar penurunan ekonomi biasa, melainkan krisis yang mengancam ribuan pekerja di industri ini. Dampak efisiensi anggaran pemerintah ini terasa sangat signifikan, khususnya di Jawa Barat, Bogor, dan Yogyakarta.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan semakin meluasnya PHK di industri perhotelan. PHRI pun angkat bicara terkait dampak kebijakan ini terhadap perekonomian nasional.
Gelombang PHK di Sektor Perhotelan Jawa Barat
Jawa Barat menjadi salah satu daerah yang paling terdampak. Tingkat hunian hotel rata-rata hanya mencapai 35 persen, jauh di bawah angka aman 50 persen.
Ketua PHRI Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi, menjelaskan bahwa banyak hotel menerapkan sistem kerja bergilir untuk menghindari PHK massal.
Namun, di beberapa wilayah seperti Bogor, langkah tersebut tak cukup. Beberapa hotel terpaksa menutup usahanya dan memberhentikan puluhan karyawan.
Biaya tenaga kerja yang mencapai 26 persen dari total operasional hotel menjadi beban utama di tengah penurunan pendapatan.
Dampak Efisiensi Anggaran: Yogyakarta dan Sekitarnya
Yogyakarta, yang biasanya ramai dengan kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition), juga merasakan dampaknya.
Sekitar 5.800 pekerja perhotelan di DIY dirumahkan tanpa bayaran akibat penghentian kegiatan pemerintah.
Ketua PHRI DIY, Dedi Pranowo Eryono, menjelaskan bahwa hotel-hotel kelas menengah ke atas yang paling terdampak.
Meski libur panjang Mei sedikit meningkatkan tingkat hunian hingga 45-50 persen, pemulihan masih belum stabil.
Seruan untuk Dukungan Pemerintah dan Jalan Keluar dari Krisis
Ketua PHRI Cianjur, Nano Indrapraja, meminta pemerintah tidak hanya fokus memangkas anggaran, tetapi juga memberikan dukungan nyata kepada pelaku usaha.
Ia mengusulkan keringanan pajak untuk membantu hotel mempertahankan karyawannya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengalihkan Rp5,1 triliun anggaran ke sektor infrastruktur, pendidikan, dan ketahanan pangan.
Namun, dampak terhadap sektor jasa seperti perhotelan menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan pembangunan.
PHRI terus berupaya berdialog dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi sebelum lebih banyak pelaku usaha dan pekerja terdampak.
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, memperkirakan separuh dari sekitar satu juta pekerja hotel dan restoran di Indonesia terdampak pemangkasan anggaran.
Ia menjelaskan bahwa dulu satu kamar hotel dapat membuka lapangan kerja bagi lima hingga tujuh orang, namun sekarang hanya mampu bertahan dengan tiga orang saja.
Situasi ini menunjukkan perlunya strategi pemerintah yang lebih komprehensif, tidak hanya fokus pada efisiensi anggaran, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap sektor-sektor penting seperti perhotelan yang selama ini menjadi penggerak ekonomi dan penyedia lapangan kerja. Dukungan nyata dari pemerintah sangat dibutuhkan agar industri perhotelan dapat bertahan dan bangkit kembali.