Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Rusia baru-baru ini telah menghasilkan sejumlah kesepakatan potensial yang menjanjikan bagi sektor energi Indonesia. Salah satu poin penting yang dibahas adalah peluang kerja sama strategis dengan Rusia dalam memodernisasi kilang minyak nasional.
Dukungan dari Komisi XII DPR RI terhadap hasil kunjungan tersebut semakin menguatkan potensi kerja sama ini. Komisi melihat modernisasi kilang sebagai langkah krusial untuk memperkuat ketahanan energi nasional.
Dukungan DPR RI terhadap Modernisasi Kilang
Anggota Komisi XII DPR RI dan Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Mukhtarudin, menyatakan optimismenya. Beliau menekankan pentingnya alih teknologi dan investasi dari Rusia dalam proyek modernisasi kilang.
Modernisasi kilang dinilai sebagai solusi strategis untuk mengatasi ketergantungan Indonesia pada impor Bahan Bakar Minyak (BBM).
Tantangan Kapasitas Kilang dan Impor BBM
Indonesia saat ini menghadapi kendala kapasitas kilang yang jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Kementerian ESDM mencatat kapasitas kilang nasional hanya sekitar 1,1 juta barel per hari.
Sementara itu, konsumsi BBM dalam negeri telah mencapai 1,5 juta barel per hari. Kondisi ini memaksa Indonesia mengimpor BBM dalam jumlah besar.
Ketergantungan impor BBM berdampak signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Subsidi energi membengkak dan rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia.
Impor BBM pada tahun lalu mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 26 juta kiloliter. Nilai impor tersebut setara dengan ratusan triliun rupiah.
Dengan modernisasi kilang dan teknologi canggih dari Rusia, diharapkan efisiensi produksi dapat meningkat. Hal ini akan menekan jumlah impor BBM secara signifikan.
Mitigasi Risiko Geopolitik dan Ketahanan Energi Nasional
Mukhtarudin juga menyoroti pentingnya antisipasi terhadap dinamika geopolitik global. Ketegangan antara Iran dan Israel berpotensi memicu lonjakan harga minyak.
Harga minyak mentah Brent sempat mencapai USD 86 per barel akibat ketegangan tersebut. Pemerintah perlu memiliki strategi mitigasi risiko ini.
Lonjakan harga minyak dan gas akan berdampak langsung pada APBN, daya beli masyarakat, dan sektor industri. Oleh karena itu, ketahanan energi nasional menjadi sangat penting.
Modernisasi kilang, penguatan cadangan nasional, dan diversifikasi energi terbarukan bukan hanya pilihan, tetapi keharusan. Kemandirian energi merupakan fondasi kedaulatan bangsa di tengah ketidakpastian global.
Capaian Pemerintahan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di Saint Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 memaparkan sejumlah capaian. Peningkatan produksi pangan menjadi salah satu sorotan utama.
Dalam tujuh bulan pemerintahannya, produksi beras dan jagung meningkat sekitar 50 persen. Ini merupakan peningkatan terbesar dalam sejarah Indonesia.
Cadangan beras pemerintah juga mencapai rekor tertinggi, yaitu 4,4 juta ton. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai hal ini, termasuk peningkatan efisiensi dan deregulasi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester pertama tahun ini juga melampaui 5 persen. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi mendekati atau melampaui 7 persen hingga akhir tahun.
Target swasembada pangan yang semula dipatok dalam empat tahun, kini diperkirakan dapat tercapai dalam satu tahun. Indonesia bahkan berpotensi menjadi pengekspor beras dan jagung dalam beberapa tahun ke depan.
Secara keseluruhan, kerja sama dengan Rusia dalam memodernisasi kilang minyak Indonesia memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan pada impor BBM dan memperkuat ketahanan energi nasional. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan dan pertumbuhan ekonomi, membentuk fondasi yang kuat bagi kedaulatan Indonesia di masa depan.