Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman baru-baru ini mengungkapkan praktik curang dalam distribusi beras yang sangat menguntungkan para tengkulak. Ia menyebut selisih harga yang signifikan antara harga beras di tingkat penggilingan dan harga eceran telah menghasilkan keuntungan fantastis bagi para perantara. Praktik ini, menurut Mentan, perlu segera diatasi untuk melindungi petani dan konsumen.
Berdasarkan data Mei 2025, selisih harga beras mencapai Rp2.000 per kilogram. BPS mencatat harga beras di penggilingan sebesar Rp12.733 per kilogram, sedangkan harga eceran mencapai Rp14.784 per kilogram. Dengan produksi beras Januari-Juli 2025 diperkirakan mencapai 21 juta ton, maka potensi keuntungan tengkulak mencapai angka yang sangat mengejutkan.
Keuntungan Fantastis Tengkulak Beras
Amran Sulaiman secara tegas menyatakan bahwa para tengkulak mampu meraup keuntungan hingga Rp42 triliun dari selisih harga tersebut. Angka ini didapat dari perhitungan sederhana: 21 juta ton beras dikalikan dengan selisih harga Rp2.000 per kilogram.
Keuntungan besar ini sangat kontras dengan pendapatan petani yang memproduksi beras tersebut. Hal ini menimbulkan ketidakadilan yang perlu segera ditangani pemerintah.
Ketimpangan Pendapatan Petani dan Tengkulak
Amran menyoroti realitas pahit yang dihadapi para petani. Mereka bekerja keras selama berbulan-bulan di sawah, namun hanya mendapatkan penghasilan bersih sekitar Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per bulan.
Kondisi ini, menurut Mentan, sangat tidak adil mengingat keuntungan yang diraup para tengkulak mencapai puluhan triliun rupiah. Pemerintah berkomitmen untuk membantu para petani agar tidak terus menjadi korban dari sistem distribusi yang timpang.
Upaya Pemerintah dalam Memperbaiki Sistem Distribusi
Pemerintah tengah berupaya keras untuk melindungi petani. Upaya ini meliputi perbaikan rantai distribusi, sehingga keuntungan dapat dirasakan secara lebih merata.
Selain itu, pemerintah juga berfokus pada pengawasan ketat terhadap praktik-praktik curang dan manipulasi harga. Tujuannya agar harga beras tetap stabil dan terjangkau bagi masyarakat.
Dugaan Keterlibatan Mafia Beras
Amran juga mencurigai adanya keterlibatan mafia dalam distribusi beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Hal ini didasarkan pada lonjakan distribusi beras yang tidak wajar pada 28 Mei 2025.
Pada hari tersebut, tercatat distribusi beras dari PIBC mencapai 11.410 ton, jauh melebihi rata-rata harian yang biasanya hanya 2.000-3.000 ton. Amran menilai hal ini sebagai indikasi adanya manipulasi untuk mengendalikan harga dan stok beras.
Lonjakan Distribusi Beras di PIBC
Lonjakan distribusi beras yang mencapai 11.410 ton dalam sehari dianggap tidak masuk akal. Hal ini diduga sebagai upaya untuk menciptakan kelangkaan beras buatan.
Dengan demikian, akan muncul permintaan impor beras, meskipun sebenarnya stok beras nasional cukup memadai. Praktik ini perlu dihentikan untuk mencegah kerugian negara dan masyarakat.
Pemerintah menduga adanya permainan dalam pencampuran beras impor dengan beras lokal. Setelah dicampur, beras dijual dengan harga yang lebih tinggi.
Praktik ini, menurut Mentan, merugikan negara dan masyarakat karena dapat memicu kenaikan harga beras secara tidak wajar dan membuka celah impor yang tidak diperlukan.
Produksi Beras Nasional dan Prospek Ke Depan
BPS memprediksi produksi beras nasional pada Januari-Juli 2025 mencapai 21,76 juta ton, meningkat 14,93% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan produksi ini menunjukkan potensi positif bagi ketahanan pangan nasional.
Meskipun konsumsi pangan masyarakat pada April 2025 diperkirakan turun sedikit, tren produksi secara keseluruhan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dengan produksi yang melimpah, Mentan menegaskan tidak ada alasan untuk impor beras.
Fokus utama pemerintah saat ini adalah memperbaiki rantai distribusi dan memastikan keadilan bagi para petani. Harapannya, petani dapat memperoleh pendapatan yang layak dari hasil kerja keras mereka, sehingga kesejahteraan mereka dapat meningkat secara signifikan. Dengan demikian, permasalahan ketimpangan antara petani dan tengkulak dapat teratasi, dan sistem distribusi beras menjadi lebih adil dan transparan.