British Airways baru-baru ini memberlakukan kebijakan baru yang melarang awak kabinnya, termasuk pramugari dan pilot, untuk memposting konten media sosial yang menampilkan lokasi menginap mereka selama layover. Kebijakan ini muncul sebagai langkah antisipasi risiko keamanan, memanfaatkan teknologi AI yang dapat melacak lokasi berdasarkan detail latar belakang foto.
Larangan tersebut mencakup berbagai jenis konten, mulai dari video “Get Ready With Me” yang populer di TikTok hingga foto-foto di area umum hotel, termasuk kolam renang, lobi, maupun area parkir. Bahkan foto yang hanya menampilkan langit atau tirai pun dilarang.
Kekhawatiran Keamanan dan Teknologi AI
Alasan utama di balik kebijakan ini adalah kekhawatiran akan keamanan awak kabin. Maskapai mengklaim bahwa teknologi AI yang canggih dapat menganalisis detail-detail halus dalam foto, seperti tanda tempat parkir atau geometri jendela, untuk mengidentifikasi lokasi hotel tempat awak kabin menginap.
Informasi lokasi yang akurat ini, menurut British Airways, dapat menempatkan staf penerbangan dalam bahaya, sehingga kebijakan ini dianggap sebagai langkah pencegahan proaktif.
Kontroversi dan Kritik Kebijakan
Namun, kebijakan baru ini menuai kontroversi. Beberapa pihak, termasuk media One Mile At A Time dan pakar penerbangan Gary Leff, menilai kebijakan ini berlebihan.
Leff berpendapat bahwa lokasi hotel awak kabin bukanlah informasi rahasia. Hotel yang digunakan biasanya adalah hotel kontrak yang sama di setiap kota, sehingga informasi ini sudah mudah diakses oleh berbagai pihak, termasuk pengemudi lokal dan penggemar penerbangan.
Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini dapat berdampak negatif pada perekrutan anggota kru baru, karena banyak calon awak kabin memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan diri mereka dan profesi ini.
Pembatasan yang ketat ini, menurut Leff, dapat mengurangi daya tarik profesi pramugari dan pilot di mata generasi muda yang aktif di media sosial.
Dampak pada Perekrutan dan Citra Maskapai
Selain potensi risiko keamanan yang menjadi pertimbangan utama British Airways, kebijakan ini juga menimbulkan dampak lain. Salah satu dampak yang paling signifikan adalah potensinya untuk mengurangi jumlah pelamar menjadi awak kabin.
Media sosial menjadi alat penting bagi banyak individu untuk mempromosikan diri dan karier mereka. Dengan adanya pembatasan yang ketat ini, calon awak kabin mungkin akan merasa kurang tertarik untuk bergabung dengan British Airways.
Hal ini dapat berdampak pada kemampuan maskapai untuk merekrut dan mempertahankan staf yang berkualitas, dan pada akhirnya berdampak pada reputasi dan kinerja maskapai secara keseluruhan.
Kebijakan yang ketat ini mungkin perlu dikaji ulang untuk mencari keseimbangan antara keamanan dan kebutuhan para awak kabin untuk tetap aktif di media sosial, sambil tetap menjaga privasi dan keamanan mereka.
Kesimpulannya, meskipun kebijakan British Airways didasari oleh niat baik untuk melindungi keamanan awak kabinnya, namun pelaksanaannya yang ketat menimbulkan berbagai kontroversi dan potensi dampak negatif. Perlu pertimbangan lebih lanjut untuk menemukan solusi yang seimbang, yang dapat melindungi keamanan tanpa menghambat perkembangan karier dan citra profesi awak kabin.
