Raja Ampat, surga biodiversitas laut dunia, tengah menghadapi ancaman serius. Aktivitas pertambangan kembali menjadi sorotan, memicu kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan pengamat pariwisata.
Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) beberapa perusahaan dinilai belum cukup untuk mengatasi masalah ini. Keprihatinan mendalam bahkan diungkapkan oleh Prof. Azril Azhari, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia.
Ancaman Pertambangan Terhadap Ekosistem Raja Ampat
Prof. Azril Azhari secara tegas menyatakan keprihatinannya atas dampak pertambangan terhadap ekosistem Raja Ampat. Ia bahkan meminta pencopotan beberapa menteri terkait.
Menurutnya, pencabutan IUP saja tidak cukup. Ia menuntut pencopotan Menteri Pariwisata, Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, dan Menteri ESDM.
Pertambangan dan pariwisata, tegasnya, tidak akan pernah bisa berjalan beriringan. Menurutnya, perlindungan pulau-pulau kecil, yang sudah diatur dalam UU No. 1 Tahun 2014 dan Mahkamah Konstitusi, dilanggar.
Pelanggaran Undang-Undang dan Izin Tambang PT Gag Nikel
Prof. Azril menjelaskan bahwa UU No. 1 Tahun 2014 jelas melarang penambangan di wilayah pesisir pulau-pulau kecil. Pulau Gag, yang berukuran sekitar 60 km², termasuk di dalamnya.
Ia mempertanyakan bagaimana izin tambang PT Gag Nikel, anak usaha Antam, bisa terbit dan bahkan beroperasi di kawasan yang sudah ditetapkan sebagai Geopark Global Raja Ampat.
Izin tambang PT Gag Nikel berlaku sejak 30 November 2017 hingga 30 November 2047. Sementara itu, empat perusahaan pertambangan lain, yaitu PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham, izinnya telah dicabut.
Prof. Azril menganggap pengawasan ketat terhadap PT Gag Nikel tidak cukup dan menuntut pencabutan izinnya serta pencopotan Menteri ESDM.
Peran Kementerian Terkait dan Masa Depan Pariwisata Raja Ampat
Prof. Azril mengkritik Menteri Pariwisata, menilai pengawasan terhadap pariwisata di pulau-pulau kecil kurang efektif. Ia membandingkan dengan negara lain, seperti Maladewa, yang menjadikan pariwisata pulau-pulau kecil sebagai sumber ekonomi utama.
Ia juga turut mengkritik Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Menurutnya, mereka juga bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di Raja Ampat.
Penting untuk dicatat bahwa izin empat perusahaan tambang yang dicabut diterbitkan sebelum penetapan Raja Ampat sebagai Geopark Global pada tahun 2017 oleh Pemerintah Indonesia dan 2023 oleh UNESCO.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa empat izin tambang yang dicabut dikeluarkan oleh pemerintah daerah, sementara izin PT Gag Nikel dikeluarkan pemerintah pusat.
Pemerintah akan mengawasi ketat aktivitas PT Gag Nikel, termasuk aspek Amdal dan reklamasi, guna menjaga kelestarian lingkungan. Namun, kontroversi ini tetap menyoroti pentingnya integrasi kebijakan lingkungan dan pariwisata untuk melindungi destinasi berharga seperti Raja Ampat.
Ke depannya, diperlukan koordinasi dan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah untuk memastikan keberlanjutan ekosistem dan pariwisata di Raja Ampat. Kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi pengelolaan sumber daya alam dan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.