Menjelang Idul Fitri 1446 Hijriyah/2025, kabar gembira bagi para pekerja di Indonesia. Tunjangan Hari Raya (THR) karyawan swasta kembali menjadi topik hangat. Presiden Prabowo Subianto telah memastikan komitmennya untuk pencairan THR tepat waktu, sebelum hari raya. Namun, di balik janji tersebut, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan, mulai dari implementasi di lapangan hingga dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Pemerintah telah menetapkan regulasi yang jelas terkait pencairan THR. Namun, realitanya seringkali berbeda. Memahami detail aturan dan potensi kendala menjadi kunci agar pekerja bisa mendapatkan haknya.
Kapan THR 2025 Cair? Mengurai Realita di Lapangan
THR karyawan swasta harus dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum Idul Fitri. Dengan perkiraan Idul Fitri jatuh pada 31 Maret hingga 1 April 2025, maka batas pencairan THR adalah 24-25 Maret 2025.
Sayangnya, banyak perusahaan yang terlambat bahkan tak membayarkan THR dengan berbagai alasan. Kondisi keuangan yang kurang stabil dan kesalahan administrasi seringkali dijadikan dalih.
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan akan mengawasi penyaluran THR. Namun, efektivitas pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran masih dipertanyakan. Sanksi yang tegas perlu ditegakkan untuk memberikan efek jera.
Siapa yang Berhak Mendapatkan THR? Memahami Kriteria Penerima
THR menjadi hak pekerja yang telah bekerja minimal satu bulan. Status pekerja, baik PKWTT, PKWT, maupun pekerja harian lepas, tidak membatasi hak tersebut.
Pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih berhak atas THR satu bulan gaji penuh. Sementara, pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan akan menerima THR secara proporsional.
Kendati demikian, masih banyak pekerja yang belum mendapatkan haknya. Pekerja harian lepas, pekerja informal, dan mereka yang bekerja di perusahaan kecil rentan mengalami keterlambatan atau bahkan kehilangan hak THR. Status hubungan kerja yang tidak jelas seringkali menjadi celah.
Sanksi dan Dampak Ekonomi: Menimbang Konsekuensi dan Solusi
Pemerintah telah menetapkan berbagai sanksi bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR, mulai dari teguran tertulis hingga pembekuan usaha. Namun, penegakan sanksi masih menjadi tantangan besar.
Banyak perusahaan yang lolos dari sanksi meskipun terbukti melanggar aturan. Proses pelaporan pelanggaran THR juga seringkali menyulitkan pekerja karena khawatir kehilangan pekerjaan.
Pemberian THR memiliki dampak besar pada perekonomian, terutama dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, bagi UMKM, kewajiban ini bisa menjadi beban tambahan. Kesulitan likuiditas dapat memaksa perusahaan untuk mencari pinjaman atau bahkan melakukan PHK.
Pemerintah perlu memastikan aturan THR ditegakkan secara konsisten. Di saat bersamaan, dukungan bagi perusahaan yang kesulitan keuangan juga diperlukan. Insentif pajak atau subsidi bagi UMKM dapat menjadi solusi agar kebijakan THR tetap adil dan berkelanjutan.
Menjaga keseimbangan antara hak pekerja dan keberlangsungan usaha menjadi kunci utama. Penerapan aturan yang tegas dan terukur, diimbangi dengan dukungan pemerintah bagi pelaku usaha, akan menciptakan sistem yang lebih adil dan berkelanjutan. Harapannya, THR 2025 dapat dinikmati seluruh pekerja tanpa kendala berarti.