Tragedi longsor yang terjadi di kawasan Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat, 30 Mei 2025, telah merenggut 21 nyawa pekerja tambang dan menyisakan empat orang lainnya yang masih dalam pencarian. Insiden ini bukan hanya sekadar kecelakaan kerja biasa, tetapi juga menjadi cerminan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan Indonesia.
Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, menyatakan keprihatinannya atas peristiwa tersebut. Ia menekankan bahwa aktivitas penambangan ilegal di Gunung Kuda telah dilarang sejak awal tahun 2025, baik pada bulan Januari maupun Maret. Namun, larangan tersebut nyatanya diabaikan hingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Kejadian ini menunjukkan betapa lemahnya penegakan hukum di lapangan. Pertanyaan besar muncul: mengapa aktivitas pertambangan tetap berlangsung hingga Mei 2025, setelah larangan resmi dikeluarkan? Ini bukan sekadar kelalaian satu atau dua orang, melainkan kegagalan sistemik dalam pengawasan dan penegakan aturan pertambangan.
Penyebab Longsor dan Kondisi Geologi
Longsor di Gunung Kuda terjadi di area dengan kontur lereng yang sangat curam dan kondisi geologis yang rapuh. Proses pelapukan batuan yang intensif telah melemahkan struktur tanah, membuat area tersebut rentan terhadap longsor, terutama saat hujan deras. Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi otoritas terkait dalam memberikan izin operasional pertambangan.
Kondisi geologis yang rawan dan potensi bahaya longsor seharusnya dikaji secara mendalam sebelum memberikan izin operasional. Perlu ada standar keamanan yang lebih ketat dan pengawasan yang lebih intensif untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Evaluasi menyeluruh terhadap prosedur keselamatan kerja di tambang-tambang di Indonesia juga perlu dilakukan.
Proses Hukum dan Tanggung Jawab
Kepolisian telah menetapkan dua tersangka, yaitu Ketua Koperasi Al-Azariyah (AK) selaku pemilik tambang dan Kepala Teknik Tambang (AR) sebagai pengawas operasional. Keduanya diduga tetap menjalankan kegiatan pertambangan meskipun telah menerima surat larangan dari Dinas ESDM setempat pada 8 Januari 2025 dan peringatan kedua pada 19 Maret 2025. Kedua surat tersebut dikeluarkan karena tambang belum memiliki persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Abdullah menyoroti fokus penyelidikan yang terkesan hanya kepada pelaku di lapangan. Ia mendesak agar proses hukum juga menjangkau pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk pejabat daerah dan aparat pengawas yang diduga melakukan pembiaran atau bahkan terlibat dalam praktik korupsi yang memfasilitasi aktivitas tambang ilegal. Penegakan hukum harus adil dan tidak pilih kasih.
Penanganan kasus ini tidak hanya tentang tambang legal atau ilegal, tetapi juga menyangkut nyawa manusia dan tanggung jawab negara. Ketimpangan penegakan hukum dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara. Prinsip hukum yang adil dan tegas harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Rekomendasi dan Pencegahan Kejadian Berulang
Untuk mencegah terulangnya tragedi serupa, perlu dilakukan beberapa langkah penting. Pertama, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat terhadap aktivitas pertambangan, termasuk tambang ilegal. Kedua, evaluasi menyeluruh terhadap izin operasional tambang yang telah diberikan, dengan mempertimbangkan aspek keselamatan kerja dan kondisi geologis.
Ketiga, peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan keselamatan kerja bagi para pekerja tambang. Keempat, perluasan kerjasama antar instansi pemerintah untuk memastikan sinergi dalam pengawasan dan penegakan hukum. Kelima, transparansi dan akuntabilitas dalam pengurusan izin dan operasional tambang harus dijamin.
Kasus longsor Gunung Kuda ini menjadi momentum untuk memperbaiki sistem pertambangan di Indonesia. Reformasi menyeluruh diperlukan untuk memastikan keselamatan pekerja dan perlindungan lingkungan, serta penegakan hukum yang adil dan transparan.
Kesimpulan
Tragedi longsor Gunung Kuda merupakan peristiwa yang menyedihkan dan seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Perlu ada komitmen bersama untuk memperkuat pengawasan, penegakan hukum, dan keselamatan kerja di sektor pertambangan, guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Korban jiwa yang berjatuhan menuntut pertanggungjawaban yang jelas dan tindakan nyata untuk mencegah tragedi serupa terulang kembali.