Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mendesak The Federal Reserve (The Fed) untuk menurunkan suku bunga pada Jumat, 20 Juni 2025. Ini bukan kali pertama Trump melayangkan tuntutan tersebut kepada bank sentral AS. Namun, kali ini ia menambahkan sebuah pengakuan yang menarik perhatian.
Trump mengakui bahwa kritik kerasnya terhadap Ketua The Fed, Jerome Powell, justru menyulitkan Powell untuk menurunkan suku bunga. Ia menyampaikan hal ini melalui unggahan di media sosialnya. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas strategi Trump dan dinamika politik yang memengaruhi kebijakan moneter AS.
Tekanan Trump dan Pengakuannya
Dalam unggahannya di media sosial, Trump menulis bahwa ia memahami kritiknya mempersulit Powell untuk menurunkan suku bunga. Ia mengaku telah mencoba berbagai cara untuk menekan The Fed.
Trump mengklaim telah menggunakan beragam pendekatan, mulai dari bersikap baik dan netral hingga bersikap kritis. Namun, menurutnya, tidak ada pendekatan yang berhasil mencapai tujuannya. Pernyataan ini menunjukkan betapa kompleksnya hubungan antara presiden dan bank sentral AS.
Tanggapan The Fed dan Pertimbangannya
Unggahan Trump muncul berbarengan dengan pernyataan Christopher Waller, anggota Dewan Gubernur Federal Reserve. Waller menyatakan The Fed harus segera memangkas suku bunga, idealnya pada Juli 2025.
Namun, Waller tidak menyetujui pemotongan suku bunga besar-besaran seperti yang diinginkan Trump. Ia menekankan pentingnya pendekatan bertahap. Perbedaan pendapat ini memperlihatkan adanya perdebatan internal di The Fed mengenai langkah kebijakan moneter yang tepat.
Alasan The Fed Belum Menurunkan Suku Bunga
The Fed selama ini enggan menurunkan suku bunga dengan cepat. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, The Fed ingin memantau dampak kebijakan ekonomi Trump terhadap perekonomian AS.
Kedua, meskipun inflasi saat ini masih terkendali, The Fed masih waspada terhadap potensi dampak inflasi jangka panjang akibat tarif yang diberlakukan Trump. Hal ini mencerminkan kewaspadaan The Fed dalam mengambil keputusan kebijakan moneter.
Tanda-Tanda Ekonomi dan Prospek ke Depan
Meskipun dampak inflasi akibat tarif Trump belum terlihat signifikan, para ekonom sepakat masih terlalu dini untuk menyimpulkan kesuksesan kebijakan tersebut. Trump sendiri masih khawatir terhadap dampak biaya impor yang lebih tinggi bagi bisnis di AS.
Waller menuturkan bahwa terdapat beberapa tanda-tanda pelemahan pasar kerja, misalnya meningkatnya pengangguran di kalangan anak muda. Kondisi ini menjadi pertimbangan tambahan bagi The Fed untuk memangkas suku bunga, apalagi mengingat inflasi masih terkendali. The Fed memiliki mandat ganda dari Kongres: memaksimalkan lapangan kerja dan menstabilkan harga.
Pertimbangan Pasar Kerja
Pasar tenaga kerja AS sejauh ini masih cukup kuat. Namun, Waller menekankan perlunya mencermati tanda-tanda keretakan, seperti peningkatan pengangguran di kalangan generasi muda.
Situasi ini semakin menambah kompleksitas tantangan bagi The Fed dalam menentukan kebijakan moneter yang tepat. Keputusan mereka harus mempertimbangkan berbagai faktor ekonomi dan politik, termasuk tekanan dari Presiden Trump.
Ketegangan antara Trump dan The Fed, serta perdebatan internal di dalam The Fed sendiri, mencerminkan ketidakpastian ekonomi AS. Pernyataan-pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang arah kebijakan moneter AS ke depan dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi perekonomian global. Ketergantungan pada berbagai faktor ekonomi dan tekanan politik menunjukkan kompleksitas penentuan kebijakan moneter di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan. Masa depan ekonomi AS nampaknya akan terus menarik perhatian dunia.