Ribuan calon jemaah haji dari seluruh dunia, termasuk lebih dari 2.000 calon jemaah di Indonesia, gagal berangkat tahun ini karena Arab Saudi tidak menerbitkan visa haji non-kuota atau visa furoda.
Kegagalan ini menimbulkan kekhawatiran besar, terutama mengenai nasib dana yang telah disetorkan para calon jemaah kepada travel penyelenggara. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB, Maman Imanul Haq, pun angkat bicara terkait hal ini.
Desakan DPR untuk Pengembalian Dana Jemaah Haji Furoda
Maman Imanul Haq mendesak pemerintah untuk mengawal proses pengembalian dana jemaah haji furoda yang gagal berangkat.
Ia menyatakan keprihatinan atas nasib para jemaah dan menekankan pentingnya peran pemerintah dalam memastikan dana tersebut kembali ke tangan yang berhak.
Tanggung Jawab Biro Travel dan Perlindungan Konsumen
Meskipun pemerintah tidak bertanggung jawab secara langsung atas jemaah haji furoda karena visa tersebut bukan bagian dari kuota nasional, Maman menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi para jemaah.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) memang hanya mengatur jemaah haji reguler dan khusus.
Namun, Maman menegaskan bahwa para jemaah tetap berhak atas pengembalian dana yang telah dibayarkan kepada biro travel.
Biro travel, menurut Maman, wajib bertanggung jawab penuh atas pengembalian dana tersebut.
Meskipun beberapa biaya mungkin telah dikeluarkan, pengembalian dana, terutama terkait pembelian visa, harus tetap diprioritaskan.
Transparansi dalam proses pengembalian dana juga menjadi hal yang sangat penting untuk ditekankan.
Semua jemaah yang batal berangkat berhak mendapatkan pengembalian dana secara penuh dan adil.
Momentum Penataan Regulasi dan Imbauan Kepada Masyarakat
Kegagalan penerbitan visa furoda tahun ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk menata ulang regulasi dan pengawasan terhadap penjualan visa non-kuota.
Pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah praktik penjualan visa ilegal yang mengatasnamakan visa furoda.
Masyarakat diimbau agar lebih cermat dan berhati-hati dalam memilih jalur keberangkatan haji.
Penting untuk memastikan keabsahan dan legalitas setiap proses dan menghindari praktik-praktik yang berpotensi merugikan.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan regulasi terkait penyelenggaraan ibadah haji, sementara masyarakat perlu lebih teliti dalam memilih penyelenggara perjalanan haji agar terhindar dari kerugian finansial.
Semoga ke depannya, penyelenggaraan ibadah haji dapat berjalan lebih lancar dan terbebas dari permasalahan serupa.