Tahun 2024 menandai peningkatan tajam dalam penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI), termasuk deepfake dan phishing. Namun, ini baru permulaan. Para ahli memprediksi tahun 2025 akan menjadi tahun di mana kejahatan siber berbasis AI mencapai puncaknya, mengancam rekening bank dan fintech secara global.
Deloitte Center for Financial Services memperkirakan kerugian akibat AI generatif akan mencapai US$ 40 miliar pada tahun 2027, meningkat drastis dari US$ 12,3 miliar di tahun 2023. FBI pun telah mengeluarkan peringatan terkait eksploitasi AI oleh penjahat untuk melakukan penipuan berskala besar.
Serangan BEC Berbasis AI
Serangan Business Email Compromise (BEC) yang memanfaatkan AI dan deepfake menjadi ancaman utama di tahun 2025. Penipu menggunakan video dan audio hasil rekayasa AI untuk meniru eksekutif perusahaan, menipu karyawan dan mengakibatkan kerugian finansial besar.
Di Hong Kong, misalnya, serangan BEC berbasis AI telah menyebabkan kerugian hampir US$ 30 juta. Laporan dari Medius dan VIPRE Security Group menunjukkan peningkatan penggunaan AI dalam serangan BEC, dengan hampir setengah dari profesional akuntan menjadi target deepfake AI.
Cinta Palsu Berbasis Chatbot AI
Tahun 2024 menyaksikan kemunculan chatbot AI yang digunakan untuk menipu korban dengan cara membangun hubungan romantis palsu. Seorang penjahat siber di Nigeria bahkan mempertontonkan kemampuan chatbot AI ini dalam sebuah video YouTube.
Chatbot tersebut mampu berkomunikasi dengan lancar dan meyakinkan, menipu korban yang percaya sedang menjalin hubungan dengan seorang dokter militer. Para ahli memprediksi peningkatan penggunaan chatbot AI otonom untuk penipuan serupa di tahun 2025.
Penipuan “Pig Butchering”
Penipuan “pig butchering” memanfaatkan perangkat lunak AI untuk menargetkan korban secara massal. Perangkat lunak seperti “Instagram Automatic Fans” mengirimkan pesan kepada ribuan pengguna setiap menit, mengajak mereka ke dalam skema penipuan.
Pesan sederhana seperti “Teman saya merekomendasikan Anda. Apa kabar?” digunakan berulang kali untuk membangun koneksi. Sindikat kejahatan diperkirakan akan semakin menggunakan deepfake berbasis AI untuk meningkatkan efektivitas penipuan “pig butchering” di tahun 2025.
Pemerasan Eksekutif Tingkat Tinggi dengan Deepfake AI
Di Singapura, pada akhir 2024, sebuah kelompok penipu menggunakan email deepfake untuk memeras 100 pegawai negeri, termasuk beberapa menteri kabinet. Para korban diminta membayar US$ 50.000 atau terancam video deepfake mereka akan disebar.
Dengan kemudahan akses ke perangkat lunak deepfake berbasis AI, jenis pemerasan ini diprediksi akan menyebar secara global, menargetkan eksekutif tingkat tinggi di berbagai perusahaan.
Kesimpulannya, tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun yang penuh tantangan dalam menghadapi kejahatan siber berbasis AI. Peningkatan kemampuan AI dan aksesibilitasnya yang semakin luas menjadi ancaman serius bagi individu dan organisasi. Kewaspadaan dan edukasi publik menjadi kunci untuk mengurangi dampak negatif dari kejahatan siber yang memanfaatkan kecanggihan teknologi ini.
